Beranda | Artikel
Menggabungkan Semua Kewajiban Melontar Dalam Satu Hari
Minggu, 17 Desember 2006

MENGGABUNGKAN SEMUA KEWAJIBAN MELONTAR DALAM SATU HARI

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah boleh bagi jama’ah haji melontar semua jumrah untuk hari-hari tasyriq dalam satu hari, baik pada hari Id, awal, hari tasyriq atau pada akhir hari tasyriq, kemudian dia mabit di Mina dua atau tiga hari tanpa melontar karena telah melontar semuanya dalam satu hari ? Apakah sah melontar jumrah yang seperti itu, ataukah harus berurutan sesuai hari masing-masing sampai akhir hari tasyriq ? Mohon penjelasan beserta dalilnya.

Jawaban
Melontar jumrah adalah satu kewajiban dalam haji yang harus dilakukan pada hari Id dan tiga hari tasyriq bagi orang-orang yang tidak ingin mempercepat pulang dari Mina, atau dalam hari Id dan dua hari tasyriq bagi orang yang ingin mempercepat pulang dari Mina. Adapun waktu melontar adalah setelah matahari condong ke barat seperti dilakukan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan dikuatkan dengan sabdanya : “Ambillah manasikmu dariku”. Karena itu tidak boleh mendahulukan melontar sebelum waktunya. Adapun mengakhirkannya karena kondisi terpaksa seperti berdesak-desakan, maka mayoritas ulama memperbolehkan karena mengqiyaskan dengan keadaan para penggembala. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan kepada mereka melontar untuk hari Id setelah tengah malam Id dan menggabungkan melontar untuk dua hari tasyriq pada hari ke -12 Dzulhijjah.

Dalam melontar harus dilakukan secara berurutan. Pertama, melontar jumrah ‘aqabah pada hari Id, kemudian melontar tiga jumrah (ula, wustha, dan aqabah) pada hari tasyriq pertama, lalu melontar tiga jumrah pada hari tasyriq kedua, kemudian melontar tiga jumrah pada hari taysriq ketiga, jika tidak ingin mempercepat pulang dari Mina, atau hanya sampai hari tasyriq kedua bagi yang ingin mempercepat pulang dari Mina. Kemudian thawaf wada’ setelah itu. Wallahu ‘alam.

MELONTAR JUMRAH DENGAN SEKALI LEMPARAN

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya menunaikan haji wajib ketika usia 17 tahun bersama bapak, dan saya tidak mengerti tentang haji. Saya pergi bersama bapak untuk melontar jumrah lalu bapak mengambil semua batu dan melontarkan semuanya. Apakah haji saya sah atau tidak ?

Jawaban
Jika ayah anda melontar dengan tujuh batu dalam satu lontaran, maka wajib menyembelih kurban, yaitu sepertujuh unta atau sepertujuh sapi atau satu kambing, yang disembelih di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin di tanah suci. Sebab melontar jumrah dalam haji hukumnya wajib dan harus dilakukan tujuh kali lontaran satu persatu. Jika seseorang melontar dengan tujuh batu dalam satu lontaran, maka tidak dinilai baginya melainkan hanya satu lontaran. Sedangkan haji yang anda lakukan sah hukumnya dan tidak wajib mengulang haji pada tahun berikutnya, tapi hanya terdapat kekurangan yang harus disempurnakan dengan menyembelih kurban tersebut. Namun jika anda pergi haji lagi pada tahun berikutnya, maka demikian itu sunnah hukumnya. Dan bahwa dalam haji, baik haji wajib maupun haji sunnah terdapat pahala besar bagi orang yang melakukannya jika dilaksanakan menurut aturan syari’ah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Haji yang mabrur balasannya adalah surga” [Hadits Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim dan lainnya]

Adapun orang yang tidak mampu melontar, seperti orang yang sakit, berusia lanjut, wanita dan lain-lain, yang tidak mampu sampai ke tempat melontar, maka boleh mewakilkan melontar semua jumrah. Sebab Allah berfirman.

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسۡتَطَعۡتُمۡ

Maka bertakwalah kamu menurut kesanggupanmu” [At-Thagabun/64 : 16]

Bahwa kewajiban setiap muslim laki-laki dan perempuan adalah mempelajari agama dan mengetahui hukum-hukum yang wajib, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain. Sebab Allah menciptakan manusia dan jin untuk beribadah kepada-Nya dan tiada jalan untuk itu melainkan dengan belajar dan memahami agama. Terdapat riwayat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah memberikan pemahaman kepadanya dalam urusan agama” [Muttafaqun alaih]

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan memudahkan kepadanya jalan ke surga” [Hadits Riwayat Muslim]

Semoga Allah memberikan taufiq kepada semua kaum Musilimin dalam memperoleh ilmu yang menfa’at dan mengamalkannya, sesungguhnya Allah adalah yang terbaik tempat meminta

TERBALIK DALAM MELONTAR JUMRAH

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Seorang kerabat saya pergi haji wajib pada tahun 1406H. Dan pada hari pertama melontar jumrah dia tidak melontar secara berurutan dari jumrah ula lalu jumrah wustha kemudian jumrah ‘aqabah. Kemudian dia mengetahui kesalahan itu pada hari kedua dan dia menyempurnakannya pada hari kedua dan hari ketiga, tetapi dia tidak melontar untuk hari pertama atau membayar kifarat. Setelah itu dia menyempurnakan semua manasik haji dan kembali ke negaranya. Kemudian dia mengirimkan surat untuk menanyakan kewajibannya atas kesalahannya karena orang-orang yang ditanya tentang hal tersebut berselisih pendapat. Mohon penjelasan.

Jawaban
Ia wajib menyembelih kurban, yaitu sepertujuh unta atau sepertujuh sapi atau satu kambing, dan disembelih di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin di tanah suci. Sebab dia mengetahui hukum tersebut pada hari-hari melontar dan tidak mengulang melontar yang benar menurut syar’i. Di mana terdapat riwayat shahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia berkata :

“Barangsiapa yang meninggalkan ibadah (dalam haji) atau lupa, maka dia harus menyembelih kurban” [Hadits Riwayat Malik]

Sebab hadits ini nilainya marfu’ karena tidak semata-mata pendapat pribadi, terlebih bahwa tidak seorang sahabatpun yang berbeda dengan pendapat tersebut.

TIDAK SEGERA PULANG SETELAH MELONTAR PADA HARI TASYRIQ KEDUA

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang berada di Mina dua hari setelah Id dan mabit pada malam ketiga, apakah dia boleh melontar setelah terbit fajar atau setelah terbit matahari jika terdapat kondisi yang tidak mendukung ?

Jawaban
Siapa yang berada di Mina hingga mendapatkan malam ke-13 Dzulhijjah maka dia wajib mabit dan melontar setelah matahari condong ke barat dan dia tidak boleh sebelum waktu itu seperti dalam melontar pada dua hari sebelumnya. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih di Mina pada hari ke-13 Dzulhijjah dan beliau tidak melontar melainkan setelah matahari bergeser ke barat. Disamping itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : “Ambillah manasikmu dariku“.

TIDAK MELONTAR PADA TANGGAL 12 DZULHIJJAH DAN TIDAK MABIT PADA MALAM KE-12 DZULHIJJAH

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya haji bersama istri untuk yang kedua kalinya dan anak-anak kami di Riyadh. Setelah melontar jumrah hari kedua (hari pertama tasyriq), kami ke Mekkah untuk menyelesaikan haji lalu pergi ke Riyadh karena kami mencemaskan dengan keadaan anak-anak kami. Tapi kami mewakilkan kepada seorang kerabat untuk melontarkan jumrah. Apakah demikian itu boleh, dan apa kewajiban kami ?

Jawaban
Kalian berdua harus bertaubat kepada Allah karena meninggalkan kewajiban melontar hari ke-12 Dzulhijjah, tidak bermalam di Mina pada malamnya, dan tidak thawaf wada’ pada waktunya, yaitu setelah selesai melontar. Dan bagi masing-masing kalian berdua wajib menyembelih kurban di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin di tanah suci karena meninggalkan melontar jumrah pada hari ke-12 Dzulhijjah dan meninggalkan thawaf wada’ karena dilakukan sebelum waktunya. Sebagaimana kalian berdua wajib sedekah kepada orang-orang sesuai kemampuan karena meninggalkan mabit di Mina pada malam ke-12 Dzulhijjah. Semoga Allah mengampuni kita dan anda semua.

BOLEH MEWAKILKAN MELONTAR JIKA TERDAPAT HALANGAN YANG DIBENARKAN SYARI’AT

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ibu dan dua saudariku mewakilkan kepadaku untuk melontar jumrah karena mereka takut berdesak-desakan. Apakah demikian itu boleh ?

Jawaban
Boleh mewakilkan jumrah jika tidak mampu melontar karena tidak mampunya berdesak-desakan atau karena sakit atau sebab lain yang dibenarkan secara syar’i

MLEONTAR PADA HARI KE-11 DZULHIJJAH KEMUDIAN THAWAF WADA’ DAN PULANG

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum orang yang melontar pada hari ke-11 Dzulhijjah kemudian thawaf wada’ dan pulang ?

Jawaban
Jika seseorang melontar jumrah pada hari ke-11 Dzulhijjah kemudian thawaf wada dan pulang, maka dia meninggalkan dua kewajiban, yaitu melontar jumrah untuk hari ke-12 Dzulhijjah dan mabit di Mina pada malamnya. Menurut mayoritas ulama, dia wajib menyembelih dua ekor kambing di Mekkah dan disedekahkan di sana.

MELONTAR JUMRAH SEBELUM MATAHARI CONDONG KE BARAT PADA HARI KEDUA (HARI TASYRIQ)

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta ditanya : Apa yang wajib dilakukan bagi orang melontar jumrah pada waktu dhuha setelah hari Idul Adha (hari tasyriq) kemudian setelah itu dia mengetahui bahwa waktu melontar jumrah setelah dzuhur ?

Jawaban
Barangsiapa melontar jumrah setelah hari Idul Adha sebelum matahari condong ke barat, maka dia wajib mengulanginya setelah matahari condong ke barat pada hari tersebut. Dan jika tidak mengetahui kesalahannya melainkan pada hari kedua atau ketiga hari tasyriq, maka dia wajib mengulangi melontar setelah matahari condong ke barat sebelum melontar untuk hari tersebut. Tapi jika dia tidak mengtahui melainkan setelah terbenamnya matahari pada akhir hari tasyriq, maka dia tidak wajib mengulanginya, namun wajib menyembelih kurban di Mekkah dan dibagikan kepada orang-orang miskin.

CARA MELONTAR JUMRAH BAGI ORANG YANG MENGAKHIRKAN SAMPAI AKHIR HARI TASYRIQ KARENA SAKIT ATAU USIA LANJUT

Pertanyaan
Al-Lajnaha Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Jika jama’ah haji mengakhirkan melontar jumrah sampai akhir hari tasyriq karena sakit, usia lanjut atau takut berdesak-desakan, apakah dia melontar jumrah ‘aqabah dan jumrah-jumrah lain dalam satu tahapan ? Ataukah dia harus melontar untuk setiap hari dengan cara tersendiri, maksudnya dia harus menlontar untuk hari pertama, kemudian memulai melontar untuk hari kedua dan seterusnya, walau demikian itu berat ?

Jawaban
Ia melontar jumrah aqabah dahulu, lalu melontar tiga jumrah secara berurutan dari jumrah ula lalu jumrah wustha kemudian jumrah aqabah untuk hari ke-11, kemudian melontar tiga jumrah secara berurutan untuk hari ke-12, kemudian untuk hari ke-13 jika dia tidak bersegera meninggalkan Mekkah sebelum matahari terbenam hari ke-12 Dzulhijjah. Sebab yang sunnah adalah melontar setiap hari pada waktunya sesuai kemampuan.

[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, hal 214 -219 Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2000-menggabungkan-semua-kewajiban-melontar-dalam-satu-hari.html